AKU
PADAMU
Dari kejauhan nampak kapal-kapal
menuju laut lepas, cahaya di dalamnya menambah anggun malam ini. Aku masih
duduk terdiam di hamparan pasir pantai yang tidak jauh dari pusat kota
Balikpapan . Udara di sekelilingnya semakin dingin, rintik-rintik hujan membasahi
tubuhku. Bergegas aku kembali ke mobil dan mengendarainya perlahan.
Hujan
dan angin kencang membuat pemandanganku terhalang .”A….aw….aw !!!’’, teriak seseorang
di depan mobilku. Ku buka pintu mobil lalu menghampiri tubuh yang tergeletak di
depan mobilku.
‘’Hei….bangun!!!
Jangan pura-pura pingsan ‘’, teriakku sambil memandang tubuh yang tergeletak
itu. Orang itupun tersadar , lalu beranjak pergi dari hadapanku. Wajahnya tak bisa
dikenali karena tertutup jas hujan dan masker di hidung. Bayangannya pun menghilang dalam gelap.
***
‘’Ningsih
kamu jangan terlalu lelah, istirahat saja!’’, Kata Ratih sambil mengusap darah
yang keluar dari hidung Ningsih.
Kali
ini Ningsih menuruti kata-kata sahabatnya. Hari ini ia sangat lelah membantu
para korban kebakaran , seluruh gajinya ia
berikan untuk para korban kebakaran. Selain
kerja menjadi tukang koran ia juga membantu Bayu di bengkel.
Wajah
Ningsih sangat pucat ia mengeluarkan keringat ,ia melangkah perlahan-lahan
melintasi Zebra cros menuju kosnya. Matahari siang itu begitu terik
membuat penglihatannya begitu kabur . Tubuh mungil itu pun tergeletak , hanya
suara klakson mobil yang terdengar. ’’Hai bangun! jangan pura-pura pinsgan demi
uangku.’’, kaki itu menendang tubuh itu sambil berteriak . Gadis itu sudah
membuatku terlambat menghadiri meeting penting. Jalan raya pun menjadi macet karena
ulahnya. Mata cantik itu pun terbuka , ia berusaha bangkit . Aku pun
memberikan gadis itu 200 lembar uang Rp 50.000.
Gadis
itu melempar uang pemberianku tepat di
wajahku. ’’Tidak semua yang ada di dunia
ini kamu beli dengan uang’’. Sungguh
memalukan dan gadis itu pergi dengan
belinan air mata.
Sebuah
kartu identitas milik gadis itu tertinggal tepat di bawah ban mobilku. ‘’Ningsih
prihatin usia 22 tahun,’’ ucapku lirih
membaca KTP itu.
***
Sebulan
berlalu sejak peristiwa itu . Aku hanya
membolak balik KTP milik gadis itu. Namun belum menemukan alamat gadis itu . Matahari
sudah terbenam langit sangat gelap tanpa
bintang yang bertaburan. Ku rem mobil saat lampu merah menyala . Seketika ku
lihat gadis yang dahulu pingsan di depan mobilku, ia menuntun seorang nenek
menyeberang jalan sambil menggendong
seekor kucing . Ingin aku mengejarnya , mengembalikan KTP dan mengucapkan kata maaf. Aku sudah
keterlaluan menilainya tetapi sayang
sekali lampu hijau sudah menyala.
***
Pagi
yang cerah secerah hatiku. Kulihat Koran dan sekotak susu kedelai di atas meja
kerjaku. Selama ini aku hanya berlangganan Koran bukan susu tetapi entah
mengapa sebulan terakhir aku mendapat susu kedelai kotak gratis dan setiap pagi
mendapat sebuah catatan bijak yang ditempel di kotak susu. Siapa sebenarnya
pengirim susu kedelai itu??
***
Sulit
untuk kosentrasi pada pekerjaan. Wajah gadis itu selalu terbayang , saat aku
menendang tubuhnya yang pingsan , saat aku melemparkan dengan uang dan ucapannya masih terngiang di telingaku.
Masi
terlalu pagi , hari ini aku berangkat
lebih awal . Bosan di ruang kerja , aku bergegas ke luar kantor . ‘’Pagi
pak ! , ‘’ sapa gadis pengantar koran di
depan pintu masuk . Mataku terbelalak
melihat gadis itu sekarang
berdiri di hadapanku . Ternyata selama ini ia yang mengantar Koran dan
susu kedelai gratis yang ditempel catatan kata-kata bijak. Mulutku terbuka dan
ingin mengucapkan kata maaf . Tapi gadis
itu lebih dulu pingsan sebelum aku
mengucapkan maaf. Tubuhku gemetar, keringat dingin bingung harus bagaimana. Akhirnya
aku gendong Ningsih dan berlari secepat mungkin membawanya ke rumah sakit
terdekat.
“Dokter
bagaimana keadaan Ningsih?,” tanyaku cemas saat ia keluar dari ruang rawat
Ningsih. Dokter Priyo hanya menggelengkan kepala. Aku langsung berlari menuju
kamar rawat Ningsih. Wajahnya terlihat pucat. Dibalik topi yang ia pakai rambut
hitamnya banyak yang rontok . Aku menggenggam erat jemari Ningsih. “Ningsih di
mana orang tuamu?,” tanyaku. Ningsih menggelengkan kepalanya. Aku tidak
menyangka ia adalah gadis yang luar biasa hidup sebatangkara tapi tetap
semangat menjalani kehidupan.
“Ningsih
saya minta maaf atas sikap saya selama ini terhadapmu.”
“Saya
tidak pernah marah sama bapak.”
“Ningsih
……….!” Panggilku lirih sambil menitikkan air mata.
Saat
itu pula Ningsih menghembuskan nafas terakhirnya karena penyakit yang
dideritanya yaitu kanker darah. Belum selesai mengucapkan kalimat AKU PADAMU ia
sudah pergi jauh sekali. Belum sempat aq belajar pengalaman hidup darinya,
belum sempat aku membahagiakannya. Tapi aku percaya ia sudah bahagia
ditempatnya yang baru di surga .Pesannya yang paling kuingat dalam catatan di
susu kedelai kotak yang diberikannya setiap pagi yaitu tidak seberapa penting
kita hidup lama atau sebentar tetapi yang lebih penting adalah apa yang kita
lakukan adalah kebaikan dalam setiap hidup kita.
Ningsih
cinta pertamaku yang membuat aku berubah menjadi seseorang yang berarti untuk
sesama. Ku usap batu nisan itu dengan lembut. “Aku Pram dengan ini menyatakan
AKU PADAMU Ningsih.”
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar